Indonesia adalah negara dimana dalam kartu identitas penduduknya harus mencantumkan nama agama yang dianut. Sebagai umat beragama tentunya kalian mencari tahu dari mana asal usul agama kalian, atau mungkin kalian tidak pernah terpikirkan oleh hal itu, hanya cukup menjalani sesuai dengan apa yang diwariskan oleh orang tua, orang tua nya orang tua, orang tua dari nenek kakek dan seterusnya. Semua dari lima agama yang disahkan di Indonesia akar sejatinya berasal dari luar Nusantara. Namun, seperti agama yang dianut oleh penulis, agama tersebut memiliki tradisi tersendiri dalam pelaksanaannya yang berbeda dari negara asalnya, India. Hal ini disesuaikan dengan adat budaya penduduk lokal yang mengusungnya.
Membahas tentang agama kita tidak akan menemukan titik kumpul, mengapa demikian? Karena zaman sekarang ini agama sudah dijadikan sebagai lembaga, yaitu merekrut anggota bahkan tergiring ke dalam dunia politik. Banyak polemik yang muncul mengakui agamanya lebih benar daripada agama yang lain, dan secara vulgar mendeklarasikan bahwa hanya dengan melalui agamanyalah orang-orang bisa masuk surga (seakan-akan sudah pernah mengunjungi surga). Berkoar-koar dengan hal-hal seperti itu, bukan kah itu sudah membentuk sebuah ego yang tidak sehat!? Penulis yakin tidak ada agama yang mengajarkan untuk memupuk ke-egoan seperti itu. Kalau sudah begini siapa yang salah, tentu bukan agama, apakah itu konsep teologinya? Silahkan di telaah sendiri.
Bagi penulis, yang perlu disadari adalah kita beragama untuk diri kita sendiri, menjadikan agama sebagai alat penerang untuk menelusuri jalan yang sudah ada di dalam diri, bukan untuk membanding – bandingkan jalan yang kita tempuh dengan jalan orang lain tempuh apalagi menyalahkan pilihan mereka untuk menemukan keyakinan. Setiap orang punya fase dan pengalaman yang berbeda-beda sehingga apa yang cocok untuk mu belum tentu cocok untuk orang lain. Kalau ke-egoan yang tidak sehat itu masih melekat dalam diri rasanya ingin dipertanyakan, apa gunanya beragama? Malulah kita kepada leluhur Nusantara, mengapa dengan agama kita malah terpecah belah? Bukankah seharusnya dengan beragama kita bisa memupuk kesadaran, membersihkan pendaman negatif dalam bathin dan bertoleransi, sehingga munculnya rasa persaudaraan yang kuat?! Artinya, kita belum memahami esensi sejati dalam beragama, yaitu berbuat kebaikan. Terpikirkan kah kalian, leluhur-leluhur yang dulunya hanya menjalani ajaran budi dan tanpa beragama malah terbuka menerima ajaran-ajaran baru yang disebut agama itu masuk ke Nusantara? Iya, tanpa agama pun leluhur-leluhur Nusantara bisa mempunyai pandangan yang terbuka mempersilahkan ajaran agama-agama tersebut (yang kita anut sekarang) masuk ke Nusantara.
Jika agama dijadikan sebagai alat penerang dan bukan lembaga yang terotoritaskan oleh konsep-konsep teologi, kita akan menemukan pemahaman bahwa tidak ada filsafat, dogma, aliran, agama dan cara sembahyang tertentu untuk bisa mencapai Tuhan, melainkan ada berbagai jalan selama jalan tersebut mengajarkan kebaikan dan mempunyai tujuan akhir untuk menyebarkan cinta kasih kepada semua mahluk. Bertoleransi antar umat beragama adalah salah satu cerminan ajaran kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang sesederhana ini pun masih banyak umat agama yang belum bisa menerapkannya, buktinya masih saja ada keributan melarang pembangunan tempat ibadah umat agama tertentu di suatu wilayah.
Jadi tiada pantasnya kita menilai seseorang dari agama yang dianutnya, apalagi menggunjingkan mereka yang tidak beragama. Belum tentu kita yang beragama lebih berakal budi daripada mereka yang hanya menganut kepercayaan tanpa menjalani agama tertentu. Semesta tetap akan menagih pertanggungjawaban atas perbuatan yang sudah kita lakukan bukan menanyakan agama mu apa disaat kita sudah kembali nanti.