Dalam artikel ini penulis akan menguraikan secara ringan dan garis besar nya kepercayaan keleluhuran di Bali dengan tujuan supaya mudah dipahami oleh mereka yang ingin mengenal Bali.
Secara harfiah leluhur artinya nenek moyang yang diluhurkan. Membahas keleluhuran di Bali tentunya sangat kompleks. Identitas Bali tidak akan bisa lepas dari keleluhuran, yaitu sebuah identitas vertikal (garis ke atas). Salah satu ajaran paling mendasar dalam agama Hindu di Bali adalah Panca Sradha (lima keyakinan atau kepercayaan); percaya adanya Brahman (Tuhan itu satu), Atman (roh suci), Karma Pala (hasil perbuatan), Punarbhawa (reinkarnasi atau kelahiran kembali) dan Moksa (kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas dari putaran reinkarnasi). Mengacu dari ajaran tersebut, roh suci leluhur dipercaya akan berinkarnasi kembali ke dalam tubuh manusia, bisa jadi anak cucu kami. Mengalami reinkarnasi menginterpretasikan bahwa para leluhur masih menjalani hukum karma nya. Sehingga pemujaan pun dilakukan untuk mendoakan roh para leluhur supaya terbebas dari samsara atau penderitaan kelahiran yang berulang-ulang (reinkarnasi) dan tercapainya moksa, dimana roh suci leluhur bisa menyatu dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa.
Tempat penghormatan atau pemujaan roh suci leluhur adalah di pura Kawitan. Kawitan berasal dari bahasa Sanskerta “Wit” artinya asal-usul atau asal mula. Asal mula manusia adalah Tuhan, pemaparan dalam spiritualnya adalah Atman atau roh suci merupakan percikan kecil dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman), kemudian Atman atau roh suci di dalam badan manusia di sebut jiwatman, dan jiwatman inilah yang menghidupkan manusia. Maka dari itu kami meyakini bahwa setiap orang memiliki Kawitan, sehingga bagi umat Hindu di Bali pencarian Kawitan sangatlah penting sebab upaya untuk memahami diri sejati berangkat dari pemahaman terhadap Kawitan.
Kemudian kenapa ada banyak Kawitan di Bali? Konsep adanya banyak Kawitan di Bali bersumber dari kondisi sosial atau kedudukan leluhur di masyarakat zaman dahulu. Oleh karena itu Pura Kawitan bersifat spesifik yaitu tempat pemujaan leluhur dari satu garis keturunan atau satu klan (kelompok keturunan), sehingga masing-masing Kawitan mempunyai Pura Kawitan tersendiri.
Bentuk pemujaan untuk para leluhur disebut dengan Pitra Yadnya, adalah suatu upacara pemujaan dengan hati yang tulus ikhlas dan suci yang di tujukan kepada para Pitara atau roh-roh leluhur yang telah meninggal dunia, dan dengan upacara ini diyakini kami anak cucunya yang masih hidup dapat juga turut berusaha mengangkat kedudukan roh-roh leluhur dari tingkat rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Usaha ini tidak terlepas dari pelaksanaan upacara Ngaben. Upacara Ngaben juga populer dikalangan para wisatawan di Bali. Tidak hanya sekedar proses kremasi atau pembakaran mayat orang meninggal yang dilakukan secara besar-besaran, tetapi kami umat Hindu di Bali mempercayai bahwa upacara Ngaben merupakan upacara untuk mengembalikan roh orang yang sudah meninggal kembali ke alam asalnya dengan lebih cepat dibandingkan dengan penguburan biasa lewat tanah.
Demikian pemaparan ringkasnya sistem keleluhuran umat Hindu di Bali. Karena keleluhuran ini memiliki tali benang merah yang menghubungkannya dengan keagamaan, adat istiadat dan kebudayaan umat Hindu di Bali, sehingga rasa yang hadir dalam diri penulis bahwa Bali Metaksu juga merupakan pengejawantahan berkat oleh para leluhur suci kepada pulau Bali atas kuasa Ida sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.