Pikiran dengan Ego dan Kesadarannya
Mempelajari pikiran itu sendiri
Pikiran adalah proses dari otak yang melakukan kegiatan identifikasi, analisa, membandingkan dan memustuskan (sifat alami pikiran). Yang melakukan kegiatan adalah otak dan prosesnya disebut pikiran. Kita tidak mengetahui letak pikiran, terletak dimana maupun diletakkan dimana, kita tidak mengetahuinya karena ia adalah proses. Menjadikan pikiran sebagai alat bukan tujuan, artinya kita tahu kapan pikiran digunakan (diperlukan) dan kapan pikiran diletakkan (tidak diperlukan), bukan terus menerus bergulat (terjebak) dengan pikiran itu sendiri. Pikiran akan selalu mencari cara untuk dia exist, bahaya nya pikiran bisa menghasilkan ilusi, halusinasi bahkan delusi. Demikianlah mengapa kita sering mendengar pikiran adalah penyakit. Taklukkan pikiran kita sendiri, musuh terberat kita adalah diri kita sendiri, yaitu pikiran. Untuk menaklukkan sesuatu tentunya kita harus mengenal baik sesuatu itu, demikian juga dengan pikiran untuk menaklukkan pikiran kita harus mengenal baik pikiran itu sendiri, mempelajari nya sehingga kita tahu kapan menggunakan nya dan kapan meletakkannya. Kita mempunyai kuasa atas diri kita sendiri, bukan pikiran yang menguasai diri kita. Kita mengevolusikan pikiran untuk bisa menaklukkan pikiran itu sendiri, memperluas pikiran menjadi sebuah kesadaran dan kita bisa mengevolusi cara pandang kita tentang hidup ini.
Berlatih untuk memproses segala sesuatu dengan positif (berpikiran positif). Berlatih untuk no mind (gunakan pikiran bila diperlukan, letakkan pikiran bila tidak diperlukan). Berlatih mengamati tanpa identifikasi, analisa, membandingkan, dan memutuskan.
Pikiran melahirkan ego
Hal dasar dan utama untuk kealamian itu adalah melunturkan ego. Selagi kita melakukan identifikasi, analisa, membandingkan dan memutuskan maka ego akan lahir (ego: bagian dari kepribadian). Selama kita hidup di bumi tentunya kita tidak akan lepas dari pikirian, disaat memutuskan atau merespon suatu hal kita menggunakan bagian-bagian ego tersebut (ego state) untuk menanggapinya.
Saat memiliki masa lalu yang pedih seseorang akan selalu mengingatnya, memori emosi nya akan menanggapi setiap mengingat kejadian tersebut. Memori emosi inilah sebagai bagian dari ego. Masa lalu yang pedih masih bisa dirasakan sakitnya sampai sekarang artinya ego state tersebut masih mencokol besar di dalam diri. Dalam spiritual, melunturkan ego adalah kunci dari segala pintu pembelajaran hidup. Kalau masih ada pendaman-pendaman negatif tentunya hati (pikiran) tidak akan jernih dan bingung untuk melangkah. Itulah kenapa kita mengenal jargon “Berdamai dengan Pikiran” untuk memulai perjalanan baru, yang sebenarnya kita berdamai dengan pikiran dengan cara melunturkan ego kita terlebih dahulu. Tentunya masa lalu tidak akan pernah bisa kita hapus, namun setelah ego kita lunturkan dan disaat kita mengingat masa lalu itu maka sudah tidak ada respon lagi dari memori emosi tersebut, disitulah kita sudah berdamai dengan pikiran yaitu hilangnya kekhawatiran akan masa lalu.
Munculnya kekhawatiran jelas berkaitan dengan ego, penyebab kekhawatiran itu adalah masa lalu seperti paparan diatas dan juga masa depan. Manusia khawatir akan masa depan, karena masa depan tidak terlihat, tidak terbaca, kita tidak tahu akan masa depan kita sehingga manusia berlomba-lomba untuk mengejarnya untuk menciptakannya. Berusaha membangun masa depan yang didambakan (untuk kehidupan pribadi), dengan totalitas, totally effort manusia bertindak atau bekerja keras untuk mewujudkan keinginannya. Khawatir akan persepsi orang lain, khawatir tidak dianggap oleh masyarakat, khawatir tidak dianggap sukses, sehingga kita banyak belajar, belajar untuk sukses, belajar untuk jadi kaya. Kita lupa menikmati hidup, kita lupa untuk hidup alami. Kita terpengaruh dengan anggapan-anggapan orang lain terhadap kita, sehingga kita berambisi membuktikan kepada orang lain bahwa saya bisa, saya berhasil, dan saya sukses. Tanpa disadari kita melakukan itu hanya untuk kepentingan ego. Terlalu berambisi untuk mewujudkan keinginan, sehingga kita lupa bahwa tolak ukur dari perkembangan adalah kebermanfaatan terhadap orang lain, bukan melihat dari apa yang sudah dicapai atau dikumpulkan (materi, jabatan atau identitas).
Membicarakan ego tidak terlepas dari sudut pandang kita dalam menanggapi segala hal. Tidak open minded nya, ialah sulit menerima sudut pandang, ide atau pendapat dari orang lain yang berbeda dari apa yang diyakininya. Ego yang terlalu besar menganggap bahwa dirinya yang paling benar, apa yang diyakininya adalah sesuatu yang mutlak tidak bisa di ganggu gugat. Hal ini tentu akan menghambat perkembangan sendiri, menghambat evolusi pikiran sendiri dan cara pandang tentang hidup maupun pemahaman tentang dunia dan orang lain, bahkan bisa menimbulkan konflik dan ketegangan dalam hubungan sosial.
Perubahan adalah sifat alami dari kehidupan, layaknya spiritual tidak berawal dan tidak berakhir, kita di bumi tidak akan berhenti untuk belajar. Saat ini fase perjalanan (pikiran) seperti sekarang ini, namun ke depan nya fase perjalanan (pikiran) tidak akan sama lagi seperti saat ini. Kalau masih sama artinya kita manusia yang berpikiran kaku dan tidak fleksibel, kita tidak menerima perubahan itu sebagai alaminya kehidupan. Dan juga kebanyakan dari kita adalah manusia yang greedy, karena ego yang ingin serba cepat dan instan, grusa grusu mengejar keinginannya, wewujudkan ambisinya. Bertindak lebih cepat dari kehidupan itu sendiri tanpa membekali pikiran dengan pengetahuan yang diperlukannya saat itu, kita sudah tidak berubah secara alami, sehingga disaat terjatuh kita sendiri yang menderita bahkan bisa berimbas kepada orang lain, dan untuk menghibur diri kita sebut bahwa kita sedang menjalani ujian.
Untuk melunturkan ego adalah dengan pikiran itu sendiri, ego dilahirkan oleh pikiran dan ego bisa dilunturkan dengan pikiran, pikiran yang berkesadaran (pikiran yang berevolusi mencapai kesadarannya). Artinya dengan kesadaran kita bisa melunturkan ego dan juga sebaliknya dengan melunturkan ego, pikiran bisa berevolusi mencapai kesadarannya. Bingung kan? (saya pun tertawa). Menyadari hal ini kita bisa memahami bahwa pikiran adalah sebuah alat untuk manusia bisa berevolusi (dalam pikiran dan cara pandangnya tentang kehidupan ini). Pikiran memperluas kemampuanya untuk pikiran itu sendiri bisa berevolusi, kemudian menyadari bahwa tolak ukur dari perubahan (perkembangan) itu adalah kebermanfaatan terhadap orang lain. Keinginan kita, ambisi kita (ego) menjadikan kita lupa bahwa kita hidup tidak hanya untuk bertahan hidup (buat apa kita hidup kalau hanya untuk bertahan hidup), tetapi bagaimana kita hidup untuk bisa bermanfaat terhadap orang lain.
Mohon digaris bawahi bahwa pikiran hanyalah sebuah alat sehingga jangan terjebak didalam pikiran anda sendiri (dijadikan tujuan). Kalau anda terjebak dengan pikiran anda sendiri (berlarut-larut dengan pikiran) maka pikiran mu sendiri akan membunuh mu, dia akan menjadi penyakit di dalam kehidupan mu. Maka seperti di awal tadi, kembali saya tuliskan; berlatihlah untuk memproses segala sesuatu dengan positif (berpikiran positif), berlatihlah untuk bisa no mind (gunakan pikiran bila diperlukan, letakkan pikiran bila tidak diperlukan) dan berlatihlah mengamati tanpa identifikasi, analisa, membandingkan, dan memutuskan.