Tulisan ini adalah ilmu kehidupan yang saya dapatkan dari mengikuti sebuah kelas Transformasi. Disini tidak saya cantumkan nama beliau (yang setulus hati sudah membagikan pengalaman/ ilmu kehidupannya), agar jika terjadi perbedaan pemahaman yang saya tuliskan disini dengan maksud dan tujuan yang disampaikan beliau, penulis tidak mencemarkan nama baik beliau.
Dalam artikel ini saya mulai dengan pembelajaran awal mengenai perubahan dengan acuan tema (secara garis besar), Berkembang atau Mempertahankan Diri.
Berkembang, sering ditolak ukur dengan kesuksesan atas jabatan atau banyak nya materi yang diperoleh oleh individu. Namun ternyata kita belum menyadari kalau itu semua hanyalah bagian dari mempertahankan diri. Kita mencari (uang) hanya untuk kepentingan diri sendiri dan keluarga. Memiliki banyak uang (materi) dikatakan berhasil dalam hidup, tanpa disadari itu hanya bentuk dari pemuasan ego. Setiap hari kita bekerja untuk bisa mendapatkan, untuk bisa mengumpulkan dan untuk bisa mencapai baik dalam bentuk materi maupun sesuatu yang bisa memuaskan diri sendiri. Pernahkah kita berpikir “apa yang bisa saya berikan kepada orang lain, manfaat apa yang bisa saya bagikan kepada orang lain”. Selama ini kita melakukan tindakan (bekerja) untuk bisa mendapatkan, kemudian bisakah kita mengubah nya menjadi “untuk bisa memberi manfaat kepada orang lain, tindakan (pekerjaan) apa yang bisa saya lakukan atau kerjakan”.
Terasa menusuk sekali bahwa selama ini saya secara pribadi bekerja hanya untuk mempertahankan diri, pemahaman akan berkembang yang hanya menyangkut materi yang bisa dikumpulkan atau kepuasan pribadi. Jauh dari itu, ukuran perkembangan dalam spiritualitas adalah kebermanfaatan, manfaat apa yang bisa kita berikan kepada orang lain. Manusia adalah makhluk spiritual jadi sudah sepatutnya kita menyadari kepada kaidah perkembangan adalah kebermanfaatan. Mari berbenah, saya berbenah, melakukan refleksi apakah selama ini yang kita lakukan hanya untuk bertahan hidup atau memberikan manfaat. Tentunya tidak ada menyalahkan atau membenarkan, cukup menyadari dan jujur mengakui kondisi kita dengan pekerjaan dan uang yang kita dapat. Hidup tidak semata untuk bertahan hidup, kehidupan ini adalah perubahan, perubahan untuk kita berkembang yang menjadikan diri bermanfaat terhadap orang lain, sehingga dengan menyadari ini jalannya pekerjaan akan mengikuti, kemampuan yang dimiliki digunakan untuk proses kebermanfaatan tersebut. Semual hal di dunia yang tidak memberikan manfaat akan musnah dengan sendirinya, jadi hal apapun yang masih ada di dunia ini, artinya itu masih bermanfaat.
Keinginan atau Ambisi?
Kita sebagai makhluk hidup tentunya memiliki sebuah keinginan, keinginan tentang bagaimana manusia memilih untuk hidup, dengan keinginan mendorong manusia untuk melakukan sesuatu namun keinginan tidak bersifat mengikat dan tidak memiliki kewajiban untuk segera terpenuhi. Ialah sebuah sifat tambahan ketika kebutuhan pokok telah terpenuhi. Misalnya ketika kita lapar dan ingin makan di restaurant mewah silahkan saja kalau kita mampu, namun ketika kita tidak mampu kita akan makan sewajarnya sesuai dengan isi kantong. Keinginan kita untuk memiliki mobil, kalau ekonomi tidak mencukupi kita tidak akan memaksakan nya dengan menempuh berbagai cara untuk bisa membeli mobil. Bagaimana kalau kita memaksakan keinginan kita supaya terwujud, maka disini kita sudah melibatkan ego, keinginan itu berubah menjadi ambisi.
Ambisi adalah keinginan (hasrat, nafsu) yang sangat besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu atau melakukan sesuatu. Ketika ambisi lahir kita tidak bisa berpikir jernih, apapun caranya akan ditempuh untuk mewujudkannya, atensi dari ambisi adalah apa yang didapatkan (hasil) yaitu sebuah bentuk pertahanan diri. Selama kita hidup hanya untuk mempertahankan diri, sama halnya kita hidup dengan ambisi yang melibatkan pemuasan ego. Sekali lagi, kita tidak membicarakan salah atau benar, baik atau buruk mengenai apa yang telah kita tempuh, yang perlu disadari apakah keinginan kita untuk mendapatkan uang atau keinginan kita dalam bekerja merupakan hal yang wajar atau sudah berkembang menjadi ambisi. Jika itu ambisi, ketika tidak mencapai hasil (ideal) yang diharapkan maka kekecewaan akan datang, dimana itu akan bisa merusak pribadi kita bahkan orang lain bisa terkena imbasnya. Seperti kejadian yang pernah saya amati, seseorang mencalonkan dirinya menjadi anggota DPRD (berambisi duduk di kursi parlemen), tanpa berpikir jernih dia memaksakan diri menjual tanah warisannya untuk modal kampanye demi mewujudkan hasratnya itu tanpa memikirkan konsekuen yang akan ditimbulkan. Disaat dia gugur tidak terpilih dalam pemilu, dia pun mengalami gangguan mental karena tidak siap dan tidak menyadari atas konsekuen-konsekuen yang akan diterima nya disaat dia gagal maupun berhasil dalam pemilu, tentu keluarganya pun ikut terkena imbas (tidak terurus, menjadi broken home) karena ambisinya tersebut.
Kembali kepada perubahan diatas, bahwa perubahan adalah sifat alami kehidupan. Di dalam spiritual tidak mengenal baik atau buruk, tapi itu adalah pilihan. Kita mengenal simbol Yin & Yang (hitam dan putih), bahwa di dunia ini akan selalu ada dua sisi yang bertentangan atau berlawanan, dimana dua sisi ini merupakan sebuah keseimbangan. Kehidupan akan selalu seimbang tidak akan musnah, artinya kejahatan tidak akan bisa musnah begitu sebaliknya kebaikan tidak akan bisa musnah, hanya yang tidak memberikan manfaat (perubahan) yang akan musnah dengan sendirinya. Perubahan merupakan perkembangan yang tolak ukur nya adalah kebermanfaatan, target manfaat yang semestinya kita tingkatkan bukan apa yang kita dapatkan (ambisi). Atensinya bagaimana kita berusaha untuk memberikan manfaat yang lebih banyak, dan tentunya kita akan didukung oleh pertumbuhan-pertumbuhan alami dimana saja.